Transisi menuju kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dinilai bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi besar bagi Indonesia.
Laporan Rocky Mountain Institute (RMI) menyebut, pembangunan rantai pasok EV berpotensi menciptakan lebih dari 500.000 lapangan kerja baru di dalam negeri hingga 2040.
RMI menilai, percepatan elektrifikasi kendaraan roda dua dan empat bisa menjadi katalis bagi tumbuhnya industri baru, mulai dari manufaktur baterai, kendaraan, hingga infrastruktur pengisian daya.
Ilustrasi kendaraan listrik.
“Dengan posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia, rantai pasok baterai bisa dibangun di dalam negeri, memberi nilai tambah yang besar bagi ekonomi,” tulis laporan tersebut dikutip Jumat (14/11/2025).
Selain lapangan kerja, efek berganda juga muncul dari investasi di sektor teknologi dan pembiayaan. Peningkatan produksi lokal disebut dapat mendorong ekspor kendaraan listrik dan baterai ke pasar Asia Tenggara.
RMI menegaskan, agar potensi ekonomi itu terwujud, Indonesia perlu memperkuat kebijakan industri yang konsisten, memperluas akses pembiayaan hijau, dan memastikan pelatihan tenaga kerja untuk sektor baru ini.
Meski demikian, RMI menilai tantangan menuju era EV masih ada, mulai harga kendaraan, minimnya infrastruktur pengisian daya, hingga rendahnya kesadaran publik.
Ilustrasi kendaraan listrik
Oleh karena itu, laporan ini menekankan empat pilar kunci percepatan, yaitu kebijakan yang jelas, pembiayaan yang terjangkau, adopsi teknologi, serta keterlibatan korporasi dan konsumen.
“Transisi kendaraan listrik tak hanya mengurangi emisi, tapi juga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia,” ujar laporan RMI.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com.